Frankenstein Dan Cinderela : Di Balik Layar

Artikel Ayahku Frankenstein dan Cinderela Ditangkep Pulisi sebenarnya mempunyai tema yang sama, tentang keluarga, tentang masa kecil, tentang pembentukan kepribadian dan konseling. Walaupun begitu, 2 artikel ini berbeda. Ayahku Frankenstein adalah kesaksian pribadi sementara Cinderela hanyalah cerita rekaan yang hiperbolik walaupun sekitar 50% dari cerita ini mengambil bahan dari cerita teman – teman saya yang mengalami rasa rendah diri dan menikah dengan psangan yang salah. Dalam kenyataannya, mungkin tidak banyak kasus yang sampai seekstrim Cinderela di cerita ini. Artikel Di Balik Layar ini adalah penjelasan yang lebih teoritis dari 2 artikel tadi.

Semua anak tumbuh dewasa dengan mengkopi orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya. Sifat mengkopi ini seringkali tampak lucu, misalnya anak kecil yang mencoba memakai baju ayahnya yang kebesaran atau anak perempuan yang memakai parfum ibunya. Tapi yang sering tidak disadari adalah anak bukan hanya mengkopi penampilan tapi juga kebiasaan, cara hidup dan perilaku orangtua.

Kalau orangtua sering berkata kotor, kemungkinan kecil anaknya akan sopan santun. Kalau orangtuanya merokok, kemungkinan anaknya juga merokok. Dan kalau orangtuanya suka memukul, kemungkinan begitulah juga anaknya. Proses mengkopi ini terjadi tanpa disadari, bahkan sekalipun sang anak tidak menginginkannya. Cukup sering saya bertemu dengan orang yang membenci ayahnya dan bersumpah untuk tidak jadi seperti ayahnya. Tapi coba tebak, beberapa tahun kemudian sifatnya sama persis.

Anak-anak tidak dilahirkan dengan 1 set manual bagaimana caranya mengahadapi kehidupan. Mereka belajar dan mengkopi bagaimana cara orangtua mereka berinteraksi dengan kehidupan. Bagaimana cara orangtua menyatakan kasihnya pada keluarga, bagaimana orangtua menyalurkan kemarahan, bagaimana orangtua menghadapi konflik. Dan seperti bayangan, suka tidak suka, kita bergerak mengikuti gerakan orangtua kita.

Pergaulan yang baik,misalnya menemukan kelompok sel yang baik di gereja, bisa merubah kebiasaan buruk. Pembimbing yang baik bisa memberi contoh yang baik bagaimana seharusnya menjadi pria sejati dan wanita bijak. Sayangnya, seringkali itu hanya terbatas pada perubahan perilaku. Pengaruh orangtua pada anak bukan hanya sebatas template perilaku tapi lebih dalam dari itu.

Menurut Dr. Maurice Wagner, seorang konselor profesional, ada 3 komponen penting untuk membentuk citra diri yang sehat. Rasa dimiliki dan dikasihi, rasa berharga dan rasa mampu. Ketika salah satu atau semua dari ke tiga komponen ini tidak terpenuhi di masa kecil, efeknya bisa berkembang terus bahkan sesudah kita dewasa dan menikah.Dan tanpa disadari, kita berusaha mencari dan memenuhi ketiga komponen yang hilang ini.

Ketika kita kehilangan rasa dimiliki dan dikasihi, kita akan terus berusaha dikasihi dan dimilik, apapun harga yang harus dibayar. Kita berusaha dengan cara apapun supaya diterima dan menjadi bagian dari 1 kelompok. Kita bersedia melakukan apapun supaya kita dikasihi, apapun! . Ketika menikah, orang-orang ini datang dengan membawa harapan kalau dalam pernikahan kebutuhan mereka untuk dikasihi akan terpenuhi. Sebenarnya keinginan untuk dikasihi adalah hal yang wajar, masalahnya bagi kelompok ini itu menjadi hutang yang harus dibayar oleh pasangannya. Dan ketika pasangannya ternyata tidak mengasihi seperti yang mereka harapkan, mereka akan kecewa. Dan mereka pasti kecewa karena pasangan mereka bukanlah orangtua mereka, bukan sumber kasih yang tidak akan pernah habis. Pernikahan yang normal pastinya dimana kedua pihak saling mengasihi, dan bukannya satu pihak menuntut hutang kasih. Dan kekecewaan kecil akan berakumulasi menjadi kekecewaan besar. Belum lagi kalau pasangannya juga ternyata menuntut hutang kasih yang sama, dan pada akhirnya mereka bukan saling mengasihi tapi saling menuntut hutang kasih.

Tidak mengherankan kalau anak dari keluarga bercerai cenderung bercerai juga. Perceraian itu seperti mengatakan kepada anak-anak, “ Nak, tidak apa bercerai kalau tidak ada jalan lain”. Dan tentu saja anak-anak dari keluarga cerai akan kekurangan kasih sayang keluarga yang akan membuat mereka menuntut hutang kasih di masa dewasa mereka. Dan ketika hutang ini tidak terbayar? “ Tidak ada jalan lain…perceraian satu-satunya jalan”

Perasaan berharga menentukan kepercayaan diri kita . Anak yang kekurangan perasaan dihargai akan mengembangkan rasa rendah diri, dan ketika mereka dewasa mereka akan berusaha memenuhi kekurangan penghargaan ini. Dan mereka berusaha setengah mati dalam pendidikan atau pekerjaan supaya dihargai. Kesombongan adalah sisi lain dari keping mata uang rendah diri. Kesombongan pada dasarnya adalah orang rendah diri yang berteriak meminta penghargaan.

Tapi, seperti Cinderela,rasa rendah diri ini merusak kehidupan kita. Rasa rendah diri, seperti namanya, merendahkan standar hidup kita. Ada 2 teman saya yang berpacaran dengan pasangan yang tidak seimbang karena mereka berpendapat kalau itu sudah cukup baik, tidak layak dan tidak pantas mengharapkan yang lebih baik. Tentu saja saya tidak berbicara tentang harapan yang berlebihan seperti di komik atau novel picisan, tapi juga jangan menilai rendah diri kita. Mungkin tidak semua orang yang rendah diri akan mengalami kehidupan seekstrim Cinderela, tapi rendah diri mematahkan sayap-sayap potensi kita dan menjauhkan kita dari kehidupan lebih baik yang dijanjikan Tuhan.

Kehilangan rasa mampu seringkali terjadi ketika orangtua overprotektif. Orangtua seperti ini akan menjaga anaknya seekstrim mungkin sampai kalau bisa jangan tersandung semut sekalipun. Mungkin tujuan mereka baik, tapi anak yang tidak pernah jatuh tidak akan pernah belajar berjalan. Dan sama seperti rasa rendah diri dimana kita sendiri yang memotong sayap kita, kali ini orangtua kita sendiri yang memotong sayap kita. Sebaliknya, ada juga orangtua yang seringkali menghina anaknya sendiri dan mengatakan kalau dia tidak akan mampu melakukan apapun.

Bagaimana masa kecil kita memang tidak menentukan sepenuhnya bagaimana arah hidup kita, tapi masa kecil kita sangat mempengaruhi bagaimana kita mengambil pilihan mengenai arah hidup kita. Artikel ini hanya penjelasan singkat mengenai pengaruh keluarga dan masa kecil dalam hidup kita dan pastinya jauh dari penjelasan detail. Artikel ini dimaksudkan untuk memberi sedikit pengetahuan mengenai bagaimana mental kita bekerja. Untuk penyelesaian masalah, sebaiknya langsung ke konselor gereja masing-masing.


PS : Artikel ini artikel ketiga dari 3 artikel mengenai konseling. Artikel pertama berjudul Ayahku Frankenstein dan artikel kedua berjudul Cinderela Ditangkep Pulisi.