Di majalah GF! edisi lalu ada surat dari pembaca yang bilang kalo dia sedikit keberatan dengan salah satu tulisan saya tentang marah pada Tuhan. Emang boleh marah sama Tuhan? Kalo menurut saya pertanyaannya bukanlah apakah kita boleh atau ngga boleh marah pada Tuhan ,tapi bisakah kita ngga marah ke Tuhan? Bisakah dari mulai pertama kita kenal Tuhan, kita ga pernah kecewa ga pernah kesel dan ga pernah marah ke Tuhan? Saya ga tahu dengan orang lain, tapi bagi saya itu ga mungkin. Ketika kita kehilangan seseorang yang kita sayangi, ketika Tuhan menjawab tidak untuk permohonan yang kita doakan, ketika Tuhan membiarkan kesusahan dan kesedihan dalam hidup kita, ketika Tuhan tampak jauh dan ga peduli, saya mendapati sangat sulit untuk tidak kecewa dan marah pada Tuhan. Gimanapun juga jalanNYA sangat berbeda dengan jalan kita dan ga gampang untuk kita mengikut jalanNYA dengan sukarela tanpa perlawanan.
Kalo ada seseorang yang bilang kalo dia ga pernah marah atau kesel atau kecewa pada Tuhan selama dia mengikut Tuhan, bagi saya ada 3 kemungkinan. Yang pertama, dia dianugerahi iman yang luar biasa yang hanya dimiliki sedikit orang dan tidak dimiliki sebagian besar orang. Yang kedua, dia berbohong supaya terlihat sebagai pengikut Tuhan yang taat. Dan kemungkinan yang ketiga, mungkin dia memang ga pernah kenal Tuhan sama sekali.
Bagi saya ga mudah untuk ikut Tuhan. Ketika saya ingin membenci, Dia meminta memaafkan. Ketika saya ingin memegang seseorang, Dia menyuruh untuk melepaskan. Ketika saya ingin masa depan saya berbelok ke kiri, Dia menyuruh saya berbelok ke kanan. Ketika saya ingin hidup seenaknya menurut apa yang saya inginkan, Dia menyuruh untuk melakukan hal yang benar. Bagi saya, selama saya mengikut Tuhan, ada banyak hal yang membuat saya kesal dan marah dan kecewa. Tentu saja saya tahu itu bukan salah Tuhan karena Tuhan selalu benar. Saya tahu kekecewaan itu selalu muncul karena keegoisan saya dan keengganan saya untuk menerima jalanNYA yang sangat berbeda dengan yang saya inginkan. Bahkan ketika sepertinya saya tidak melakukan hal yang salah tapi kemudian kesulitan datang, saya tahu itu Tuhan ijinkan karena ada tujuan yang harus tercapai lewat kesulitan itu dan tujuan itu buat kebaikan saya sendiri.
Bahkan sekalipun saya tahu semua kemarahan saya pada Tuhan itu karena kesalahan saya sendiri, itu bukan berarti kemudian kemarahan itu ga pernah terjadi. Kenyataannya, apapun alasannya, saya pernah merasa kecewa dan marah pada Tuhan dan saya yakin sebagian besar orang yang mengikut Tuhan juga mengalami hal yang sama, pernah kecewa dan marah pada Tuhan.
Apakah pantas bagi kita seorang ciptaan unhtuk marah kepada Allah Semesta Alam? Saya sadar bagi sebagian orang , marah kepada Tuhan sepertinya penghinaan dan hal yang sangat ga pantas dilakukan. Tapi ijinkan saya menanyakan satu hal, Tuhan tahu ga kalo kita marah? Kao Tuhan ga tahu kalo kita marah, memang masuk akal untuk menyimpan rasa amarah itu dan ga menunjukkannya demi alasan sopan santun. Masalahnya, Tuhan tahu isi hati kita. Sekalipun tangan kita terangkat, mulut kita tersenyum dan memuji, tapi kalau hati kita marah dan kecewa, Tuhan tahu itu.
Apa gunanya kita berpura-pura tersenyum di hadapan Tuhan dan menyembunyikan kekecewaan kita sementara Tuhan tahu dengan jelas semua isi hati kita? Buat saya itu seperti menyembunyikan gajah di balik punggung kita. Sekalipun kita tersenyum dan dengan bahasa yang sangat sopan mengatakan kalau di belakang kita ga ada gajah, gajah itu sendiri tetap kelihatan dengan jelas. Kalau begitu kenapa kita ga jujur aja sekalian? Kenapa ga kita tumpahkan semua isi hati kita di hadapan Tuhan? Kenapa ga kita ungkapkan semua pertanyaan kita, semua kekecewaan kita, semua kekesalan kita dan semua kemarahan kita di hadapan Tuhan? Toh biarpun kita sembunyikan dan tersenyum semanis mungkin pun Dia tetep tahu, jadi kenapa ga jujur aja?
Apa yang lebih Tuhan inginkan, muka yang tersenyum dan tangan yang terangkat tapi dengan pisau yang tersembunyi rapi di balik pakaian kita ataukah kejujuran kita? Sekalipun kejujuran itu disertai dengan air mata kekecewaan dan luapan amarah? Mana yang lebih baik, berpura –pura kalo gajah itu ga pernah ada atau menerima kenyataan bahwa gajah itu menag ada di belakang punggung kita? Apakah dosa atau kekurangajaran kita akan berkurang kalau kita menutup mata dan ga mengakui kekecewaan kita sementara gajah itu tetap jelas terlihat?
Sejujurnya, saya ga ngeliat ada yang salah dengan bersikap jujur dan menyatakan perasaan kita pada Tuhan. Tentu saja kalau kita marah sambil mengucapkan kata-kata yang kasar , kita harus minta maaf. Sama sesama kita aja kalo kita marah dengan bahasa kasar kita harus minta maaf apalagi dengan Tuhan. Apa yng salah dengan kejujuran? Apakah muka yang tersenyum lebih baik dari kejujuran? Siapapun bisa tersenyum tapi ga semua orang bisa jujur. Balik lagi ke pertanyaan di awal, bisakah kita ga marah ke Tuhan? Kalo ada yang bilang bisa, bersyukurlah karena hanyas edikit orang yang dikaruniai iman seperti itu. Tapi kalau ada yang diam atau menjawab ga bisa, saya sarankan jangan disembunyikan karena Tuhan udah tahu perasaan kita jadi mendingan nyatakan aja dengan jujur.