Gimana ya perasaan Musa waktu dia pergi dari Mesir sesudah membunuh? Musa waktu itu adalah orang muda yang penuh semangat dan ingin membela bangsanya,karena itulah ia membunuh orang mesir yang menyiksa teman sebangsanya. Terkadang saya bertanya-tanya apakah Musa merasa dirinya spesial dan punya panggilan yang khusus dari Tuhan? Bagaimanapun dia satu-satunya anak dari bangsanya yang berkesempatan mendapat pendidikan termodern di masa itu,bahkan bukan hanya sebagai rakyat biasa ataupun bangsawan biasa melainkan sebagai salah satu dari keluarga Firaun.Apakah Musa merasa dirinya punya takdir besar yang Tuhan rencanakan? Ketika Musa kabur dari Mesir dan berjalan keluar dari gerbang kota Mesir,apa yang dia pikirkan? Apakah seperti Terminator,Musa akan berkata “I’ll be back” dengan penuh percaya diri?
Saya ga tau apa yang Musa pikirkan saat itu tapi saya tahu kita semua ingin menjadi seseorang yang spesial. Seseorang yang unik dan punya takdir yang besar di masa depan. Apalagi bagi seseorang yang baru lahir baru,rasanya jiwa penuh dengan semangat dan cita-cita dan keyakinan kalau kita kan menjadi pelayan Tuhan yang besar dan luarbiasa di masa depan. Seorang teman pernah bilang kepada saya dengan sangat yakin kalo dia merasa dipanggil untuk menjadi presiden suatu hari nanti. Harus saya akui saya merasa aneh waktu mendengar hal itu. Memang itu bukan hal yang mustahil dan saya menceritakan hal ini bukan untuk mengejek panggilannya tapi untuk menunjukkan semangat seseorang yang baru bertobat. Tidak ada yang salah dengan mempunyai cita-cita yang tinggi karena memang seharusnya orang Kristen punya visi yang besar. Saya merasa aneh karena melihat rasa percaya dirinya yang begitu besar.
Kalo mau jujur,saya juga punya mimpi yang besar. Impian saya, puluhan tahun sesudah saya meniinggal,saya berharap masih ada orang yang membaca tulisan-tulisan saya dan diberkati oleh itu. Dengan kata lain saya menginginkan keabadian. Tapi seperti semua mimpi yang berkobar di awal,pada akhirnya mimpi itu cenderung meredup dan mulai hilang entah kemana. Tidak semua seperti itu,tapi saya lihat kebanyakan seperti itu,paling tidak saya seperti itu. Sebagian kehilangan mimpi karena masalah yang datang terus menerus membuat mereka kecewa pada Tuhan. Sebagian lagi mungkin mimpinya tergeser oleh mimpi yang lain,karir sukses dan gaji besar. Sebagian lagi mungkin memilih menjadi keluarga normal yang ga ekstrim. Sebagian lagi mungkin tetap melayani di gereja tapi pelayanan itu menjadi bagian dari pergaulan dan kehidupan sosial. Dan sebagian lagi mungkin seperti saya,bertanya-tanya apakah visi itu memang benar atau hanya sekedar khayalan saya yang sombong. Apakah mimpi itu terlalu tinggi dan mustahil dan hanya angan-angan masa muda yang berlebihan? Seperti anak kecil yang bermimpi menjadi superman,apakah saya juga bermimpi untuk menyelamatkan dunia dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik seperti anak kecil? Bukan sekali 2 kali saya dengar saran untuk meninggalkan cita-cita itu dan jadi orang yang normal saja,bekerja dan berkeluarga dan bikin usaha. Ga ada yang salah dengan menjadi pengusaha,banyak orang mempunyai panggilan sebagai pengusaha. Masalahnya,itu bukan panggilan saya. Ketika semua orang sudah memulai hidupnya msing-masing,saya tertinggal jauh di belakang dan masih bergelut apakah Tuhan benar-benar memanggil saya untuk suatu pekerjaan yang besar?
Karena itu saya tertarik pada apa yang dipikirkan Musa. Sesudah Musa meninggalkan Mesir,Musa menikah dan menjadi penggembala domba seperti kebanyakan orang di masa itu. Dalam tahun-tahun pertamanya sebagai pengusaha domba masihkah Musa memikirkan panggilannya sebagai seseorang yang spesial yang akan membebaskan bangsanya? Yang pasti pada akhirnya sepertinya Musa sudah melupakan hal itu. Bagaimanapun dia sudah mulai tua dan keluarganya sedang bertumbuh. Mungkin Musa sudah menerima kehidupannya yang tenang dan tidak berharap Tuhan akan memanggilnya lagi.Pasti sangat mengejutkan waktu semak itu terbakar dan Tuhan memanggilnya untuk membebaskan bangsanya. Musa yang dulu pasti dengan semangat langsung menerima perintah itu dan segera berangkat ke Mesir tanpa banyak pikir. Tapi Musa yang sekarang,yang sudah mulai tua dan impiannya sudah terkubur,adalah Musa yang ragu-ragu. Musa yang ga yakin benarkah mimpinya yang dulu sekarang menjadi kenyataan.
Atau seperti Yusuf yang melihat matahari terbit dan tenggelam setiap hari dari balik jeruji penjara.Oh,Yusuf cukup sukses,paling tidak di tempatnya sekarang berada di penjara Yusuf mendapat posisi yang paling tinggi di anatara semua narapidana. Tapi bukan itu mimpi Yususf,mimpi yang diperolehnya sejak kecil. Untuk setiap matahari terbenam yang dilihatnya,masihkah Yusuf memegang mimpinya? Tahun-tahun berlalu dan dia masih tetap di dalam penjara sementara di luar sana orang-orang meneruskan hidup mereka. Sulit untuk bermimpi ketika kenyataan di depan mata sangat gelap.
Musa yang tua sudah belajar untuk memakai otaknya dan bukan dengan emosi. Musa tahu kesulitan yang akan dihadapinya dan Musa meragukan kemampuan dirinya. Perlu sedikit amarah dari Tuhan supaya Musa mengerti kalo mimpinya sekarang sudah jadi kenyataan. Begitu juga dengan Yusuf,bayangkan shocknya Yusuf karena bangun pagi di penjara dan malamnya tidur di istana sebagai perdana menteri. Mimpinya sekarang sudah menjadi kenyataan.
Apakah saya Musa?Bukan. Apakah saya Yusuf?Bukan. Saya cuma seseorang yang punya mimpi terlalu tinggi dan mulai meragukan kewarasan saya sendiri.Benarkah Tuhan memanggil saya? Sejujurnya saat ini saya ga yakin. Tapi saya pun ga bisa membuang mimpi itu. Jadi? Pada akhirnya,saya pikir saya akan belajar dari kehidupan Musa saja. Lakukan apa yang bisa saya lakukan sekarang dan menunggu suatu hari nanti akan ada semak berduri yang terbakar. Dan karena semak berduri terlihat kurang indah kalo ditaro di ruang tamu,mungkin saya akan beli kaktus aja,yang penting sama-sama berduri. Dan saya akan menunggu kaktus itu terbakar.