TES : Apakah Kamu Orang Kristen atau Orang Gila?

Hal paling traumatis yang pernah saya alami waktu kecil adalah dipeluk orang gila. Gimana rasanya? Ya kaya dipeluk orang gila, cobain aja sendiri gimana rasanya deh. Ceritanya terjadi waktu saya masih kelas 4 SD dan waktu itu saya lagi maen sama temen saya ke satu supermarket. Waktu pulang, ternyata di depan supermarket itu ada orang gila yang lagi duduk. Tahu darimana orang gila? Soalnya dia pakai kemeja pink dengan celana ijo dan kaos kaki item bertotol-totol kuning ? Ya nggalah, tau sendiri orang gila kaya gimana, pakean kotor,rambut gimbal dan ngomong-ngomong sendiri. Dianya sih diem aja dan ga keliatan mau ngapa-ngapain jadi kita lewat aja di depannya dengan cuek. Dan tiba-tiba, jreng..jreng,,jreng, dianya bangun dan meluk pinggang gw. Namanya anak 4 SD ya paniklah, langsung gw berusaha kabur dan lari sambil pegangan ke baju temen gw yang, nyebelin banget, juga berusaha lari ninggalin gw yang lagi dipeluk orang gila. Akhirnya sih gw berhasil lepas dan langsung lari sambil deg-degan. Walaupun kaget tapi ga kenapa-kenapa sih soalnya orang gilanya juga ga mukul ato gimana. Yang nyebelin justru sampe sekarang gw masih nyimpen kesumat sama temen gw yang berusaha kabur ninggalin gw. Ferdinand! Kalo lu kebetulan baca tulisan gw, ati-ati aja ya kalo di jalan. Ngancem? Nggalah, maksudnya di Jakarta kan lalu lintasnya padet jadi harus ati-ati di jalan gitu.

Jadi, apakah maksud cerita di atas? Apakah orang gila itu melambangkan dosa atau saya mau cerita soal pertemanan sejati? Sebenarnya sih ga ada artinya, saya cuman cerita sedikit soal dendam masa kecil ini soalnya saya pengen nyerita sedikit soal orang Kristen dan orang gila. Apakah ada bedanya antara orang Kristen dengan orang gila? Pasti jelas beda lah, kita semua tahu orang gila itu kaya gimana. Baju kotor,rambut gimbal dan suka ngomong marah nangis sendiri. Atau kalaupun dia masih punya keluarga yang ngurus tetep saja kelakuannya ngomong marah nangis sendiri dan sepertinya dia ga peduli dengan keadaan sekitar. Tentu saja beda dengan orang Kristen yang pake baju rapih dan melayani di gereja kan? Tentu saja bagi orang dunia yang tidak mengenal Yesus, kita tampak seperti orang gila yang mempercayai sesuatu yang tidak terlihat, mungkin tampak sama konyolnya dengan orang yang mengaku diculik alien. Tapi bukan ini yang ingin saya bahas karena saya ga peduli dengan pandangan orang lain. Yang ingin saya tahu, ketika saya memandang diri saya di depan cermin apakah yang saya lihat? Orang Kristen beriman ataukah orang gila yang berhalusinasi?

Kenapa seseorang menjadi gila? Selain karena masalah yang disebabkan karena alasan-alasan fisik seperti kerusakan syaraf atau otak karena berbagai hal, menurut saya seseorang menjadi gila karena dia tidak kuat menanggung trauma. Misalnya, seseorang yang kehilangan suami yang disayanginya kemudian beranggapan kalau suaminya masih hidup dan tetap mengobrol dengannya seperti biasa walaupun bagi orang lain tentu saja dia terlihat seperti orang gila yang berbicara sendiri. Ketika seseorang menghadapi trauma yang sangat menyakitkan atau kedaaan yang menyedihkan, umumnya kita menghadapinya dengan menangis dan marah atau mengutuk atau banyak makan untuk menghadapi kenyataan itu. Tapi bagi sebagian orang, kenyataan itu terlalu menyakitkan untuk dihadapi samapai-sampai mereka menyangkal kenyataan tersebut dan membuat dunia sendiri dimana kenyataan itu tidak pernah terjadi. Dalam dunia yang mereka buat, kenyataan yang menyakitkan itu tidak pernah terjadi dan mereka memilih untuk tetap tinggal di dalam dunia impian itu.

Dalam dunia nyata mungkin suaminya meninggal tapi dalam dunia buatannya suaminya tidak meninggal dan setiap hari dia tidak kesepian karena suaminya tetap ada di sampingnya. Masalahnya hanya mereka yang tahu dan bisa tinggal di dalam dunia buatan mereka sendiri itu. Kita sebagai orang normal yang tinggal dalam dunia nyata tentu saja melihat mereka sebagai orang aneh. Saya pernah baca di satu artikel, tapi lupa dimana, tentang seorang ahli jiwa yang mengatakan menyadarkan orang gila mungkin merupakan tindakan yang kejam karena mungkin mereka lebih bahagia hidup dalam dunia mereka yang sempurna daripada menghadapi dunia nyata yang menyakitkan. Pada dasarnya orang gila adalah seseorang yang menghindari kenyata dan lari ke dalam dunia sempurna buatan mereka sendiri dan menyangkal realita.

Dan siapa dari kita yang ga mau melakukan hal itu? Ketika kita merasa sedih, tidakkah kita terkadang berharap kalau kita bisa sepeeti burung unta yang memasukkan kepalanya ke dalam lubang gelap di tanah dan melupakan kenyataan apapun yang ada? Seandainya kita punya kekuatan untuk membuat dunia sempurna dan tinggal di dalamnya tidakkah kita akan langsung menggunakan kekuatan itu? Sayangnya dunia nyata tidak bisa dirubah dengan simsalabim abrakadabra hocuspocus dan kita terpaksa mencari cara lain untuk menghindari kenyatan. Sebagian dari kita membuat dunia sendiri dan berhalusinasi, sebagian mungkin memilih alkohol atau obat untuk melupakan realita dan sebagian lagi, anehnya, mengambil agama dan menyebutnya iman.

Ada perbedaan yang sangat tipis antara beriman dan melarikan diri seperti orang gila. Mungkin terlalu tipis sampai terkadang kita tidak menyadari jalan mana yang sedang kita ambil. Seberapa tipis? Seorang Kristen dengan semangat mengatakan kalau kematian tidak menakutkan baginya, bahwa kematian adalah hal yang menyenangkan karena dia bisa bertemu dengan Yesus. Dan dengan semangat dia mengatakan kalau dia ingin mati muda supaya bisa cepat bertemu Tuhan.Bagaikan seorang kekasih yang tidak sabar ingin segera pulang untuk bertemu kekasih hatinya yang tinggal di negeri jauh dan kerinduannya terdengar sangat romantis dan semua orang yang mendengar berkata “Awwww, so sweet”.

Tapi apa yang terlihat sebagai iman dan kerinduan mungkin hanya ilusi. Kenyataannya, orang Kristen ini tidak punya keluaga, tidak punya tujuan hidup dan tidak punya seseorang yang disayangi.Kenyataan di depan mata bukanlah kenyataan yang menyenangkan tapi kesepian yang menyakitkan. Dan ketika realita tidak menyenangkan, dia memilih untuk lari dan berharap Tuhan segera memanggilnya ke surga. Keinginannya pergi ke surga bukanlah karena kerinduan pada Tuhan, kerinduan untuk pulang ke rumah Sang Kekasih bukanlah karena dia mencintai kekasihnya tapi karena pekerjaan di kantor terlalu berat.

Tidak sulit untuk mati dan pulang ke surga, tapi tetap hidup dan menghadapi kenyataan dan menghasilkan sesuatu dalam hidup yang bisa dengan bangga kita bawa pulang ke hadapan Tuhan adalah hal yang sangat sulit. Berani mati untuk Tuhan tidak selalu berarti lebih berani dari seseorang yang memilih hidup untuk Tuhan. Seandainya orang Kristen ini dipanggil pulang ke surga, apakah dia senang karena akan menemui Tuhan ataukah lega karena akhirnya lepas dari realita yang menyakitkan? Buat saya, sikap saya meremehkan kematian dan keinginan pulang ini bukanlah iman tapi cara saya untuk berusaha lari dari realita.( Ya, saya orang Kristen dalam cerita di atas….)

Hanya karena kita lari kepada Tuhan bukan berarti itu iman. Oh, kita semua memang pada umunya baru nyari Tuhan dalam masa-masa sulit. Ga ada yang salah ketika kita menghadapi realita yang menyakitkan dan kita langsung berteriak memanggil Tuhan. Tuhan memang mengijinkan hal-hal buruk terjadi supaya kita memanggil namaNYA. Tapi ada perbedaan yang jelas antara seorang anak yang kesulitan mengerjakan PR dan kemudian memanggil ayahnya untuk membantunya mengerjakan PR itu dengan seorang anak yang juga kesulitan mengerjakan PR dan memanggil ayahnya dan kemudian lari ke pojok sambil menutup mata dan telinga dan berharap ayahnya mengerjakan semua PR itu baginya. Keduanya menghadapi PR yang sama, keduanya menghadapi kesulitan, keduanya memanggil ayahnya dan percaya kalau ayahnya bisa menyelesaikan PR itu tapi sementara anak yang pertama bernama iman, anak yang kedua melarikan diri dari realita dan masalah.

Saya selalu suka perumpamaan tentang iman yang ditulis Max Lucado, “ Iman adalah burung yang bernyanyi di saat hari masih gelap”. Iman adalah burung yang membuka matanya, mengetahui kalau di sekelilingnya masih gelap tapi tetap memilih untuk bernyanyi. Dan burung gila adalah burung yang menutup matanya, berhalusinasi kalau matahari sudah terbit dan kemudian berkicau.

Masih kurang jelas soal perbedaan antara orang Kristen dan orang gila? Ok, saya masih punya satu cerita lagi walaupun kali ini bukan tentang saya. Seorang teman pernah berkata kepada saya kalau orang Kristen sebaiknya jangan terlalu banyak nonton berita karena berita sekarang isinya cuma kejahatan kriminal dan kekejaman,bencana alam dan kesusahan dan semua berita itu berpotensi melemahkan iman kepada Tuhan. Orang Kristen sebaiknya lebih rajin baca Alkitab daripada denger berita-berita tentang dunia yang ga penting, dengan begitu kita bisa punya iman dan pengenalan yang lebih kuat tentang Tuhan.

Seorang suami punya kebiasaan yang aneh, setiap kali malam tiba dia selalu mengambil penutup mata dan menolak untuk melihat istrinya. Kenapa? Karena istrinya tidak memakai make-up dan dia menolak untuk melihat istrinya tanpa make-up. Dia cuma mebuka penutup matanya di pagi hari waktu istrinya sudah selesai mandi dan berdandan. Ketika ditanya kenapa dia bersikap seperti itu, alasannya karena dia takut dirinya tidak mencintai dirinya istrinya lagi kalau dia sampai melihat istrinya dalam keadaan tidak cantik. Supaya dia tidak meninggalkan istrinya makanya dia memakai penutup mata supaya dia tidak melihat istrinya pake daster butut, rol rambut di kepala, masker muka lengkap dengan irisan ketimun di mata dan mulut yang ileran di waktu tidur. Cinta yang murni dan sejati kan?
Yah, cerita diatas cuma pemisalan dan dalam kenyataan ga ada suami gila kaya gitu.

Atau ada? Ada banyak hal yang terjadi di dunia di sekeliling kita, ada hal baik dan ada hal buruk, bahkan sangat buruk. Tapi itu tetaplah dunia yang kita tinggali, dunia tempat Tuhan bekerja, dunia yang dibentuk dan diatur oleh Yesus. Seberapa pun mengerikan dan menjijikkan, dunia yang kita tinggali adalah dunia yang diijinkan tuhan untuk tetap eksis. Dunia orang Kristen bukankah hanya di dalam gedung gereja dimana semua orang saling sopan santun dengan yang lainnya, ketika orang sehat menengok orang sakit dan orang yang kehilangan orang yang disayanginya dikuatkan oleh pelayan gereja, ketika semua orang merayakan Natal sambil berpegangan tangan dan menerima hadiah, ketika anak-anak berlarian di sekolah minggu dalam kostum kelinci dan mencari telur yang tersembunyi.

Dunia yang kita tinggali adalah dunia yang sama dimana anak-anak kecil dijual untuk kepuasan seksual orang-orang yang seumuran dengan usia ayah bahkan kakeknya, dunia di mana ada anak – anak yang kelaparan, dunia dimana seorang suami memukuli istri dan anaknya, dimana para wanita dipajang di etalase dan diperlakukan seperti barang, dunia di mana seorang anak kecil ditelanjangi, dijebloskan ke dalam kandang anjing, difilmkan dan filmnya dijual di internet untuk orang-orang sakit jiwa, dunia dimana seorang dokter bernama Mengele bisa mengoperasi tawanan kamp konsentrasi tanpa obat bius untuk mengetahui ketahanan mereka atas rasa sakit. Semuanya terjadi di dunia di sekeliling kita dan karena alasan yang amat sangat sulit dimengerti, Tuhan mengijinkan semua itu terjadi.

Tuhan yang kita sembah di dalam gereja dan Tuhan di luar gereja yang mengijinkan semua hal itu terjadi adalah Yesus yang sama. Tapi seperti suami gila dalam cerita di atas, kita menutup mata dengan alasan kita takut kehilangan cinta kita pada Tuhan. Cinta yang murni dan sejati?

Billy Graham mempunyai seorang rekan sepelayanan di masa mudanya, keduanya melayani Tuhan dengan kesungguhan yang sama, sampai pada satu titik. Keduanya menghadapi pertanyaan yang sama, kenapa Tuhan yang penuh kasih mengijinkan terjadinya penderitaan di tengah dunia? Kenapa ada kelaparan dan penderitaan di berbagai tempat? Bagaimana mungkin Allah yang penuh kasih berdiam diri melihat semua itu? Billy Graham memilih untuk tetap percaya pada kebijaksanaan Tuhan sementara temannya menjadi seorang atheis.

Ketika kita melihat bagian terhitam dunia,bisakah kita meragukan Tuhan? Ya! Mungkinkah kita meninggalkan Tuhan? Ya! Apakah lebih baik kita menutup mata dan duduk di pojok? Bagi saya ngga. Saya ingin melihat semua yang terjadi yang Tuhan ijinkan, tidak peduli apakah itu terlihat baik atau tidak, sekalipun itu mungkin beresiko menjadikan saya seorang atheis.Kenapa? Karena tidak adil bagi Sang Istri kalau saya memakai penutup mata, karena yang saya berikan kepadaNYA bukanlah cinta tapi kebohongan. Tidak peduli apakah itu daster butut atau masker menyeramkan, saya ingin mengenal Sang Istri sepenuhnya.

Jadi, apakah kita orang Kristen atau orang gila?

Tergantung, apakah kita menghadapi kenyataan bersama Tuhan atau lari ke pojok dan menghindari kenyataan.