Keabadian

Salah satu pengarang novel yang bukunya menarik buat saya adalah Anne Rice. Buku-buku yang dikarang Anne Rice sebagian besar bertemakan kehidupan kaum vampire, novelnya yang paling terkenal mungkin Interview With The Vampire soalnya udah difilmin dengan bintang Tom Cruise. Yang menarik dari cerita-cerita Anne Rice adalah karena semua ceritanya berputar di sekitar tema keabadian. Mahluk-mahluk vampire yang hidup abadi yang tak pernah bisa mati kecuali dibunuh. Walaupun begitu, sekalipun mereka memiliki kehidupan abadi yang diimpikan banyak orang, tampaknya bagi sebagian besar vampir hal itu lebih berupa kutukan karena kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu dalam kebosanan dan tidur panjang. Kecuali dalam novel The Mummy, keabadian dalam cerita Anne Rice lebih berupa kutukan daripada berkat.

Kenapa saya tertarik dengan konsep keabadian? Karena sepertinya banyak orang yang menginginkan untuk menghindari penuaan dan kematian. Tentu saja cuma sedikit orang yang benar-benar cukup gila untuk mengharapkan hidup abadi, tapi kebanyakan orang ngga ingin menjadi tua dan mati. Saya ga bermaksud ngebahas misteri kematian dan keabadian, saya cuma pengen ngobrol soal keabadian dan pemuridan. Memang nyambung? Apa hubungannya antara hidup abadi dengan pemuridan?

Salah satu orang yang saya kagumi adalah Papa Ten Boom. Siapa? Kok namanya kaya nama tokoh di buku cerita anak-anak? Nama Papa Ten Boom sendiri mungkin kurang terkenal karena yang lebih terkenal adalah Corrie Ten Boom,anak perempuannya. Siapa sih keluarga Ten Boom itu? Keluarga Ten Boom hidup di masa Perang Dunia 2 di Belanda. Papa Ten Boom sendiri adalah seorang tukang jam yang membuka toko kecil untuk menghidupi keluarganya. Ga ada yang istimewa dari Papa maupun keluarganya, pada dasarnya mereka adalah keluarga Kristen kecil normal yang baik. Ketika Perang Dunia 2 pecah dan Nazi Jerman menginvasi dan menduduki hampir seluruh daratan Eropa, termasuk Belanda, barulah keluarga ini menunjukkan keistimewaannya. Sepeerti di negaranya sendiri, Nazi Jerman yang menduduki Belanda juga bermaksud untuk menghabisis orang-orang Yahudi di sana dan perintah penangkapan orang Yahudi pun dikeluarkan.

Keluarga Ten Boom,walaupun bukan Yahudi, memutuskan untuk menyembunyikan teman –teman Yahudi mereka di rumah mereka sekalipun resikonya bila ketahuan mereka akan dianggap penghianat dan diperlakukan sama dengan orang Yahudi. Tanpa satupun keberatan, semua keluarga Papa Ten Boom termasuk anak-anaknya bersedia menanggung resiko itu. Pada akhirnya, tentara Jerman mencium tindakan mereka dan keluarga Ten Boom pun ditangkap dan dibawa ke kamp konsentrasi bersama –sama orang Yahudi yang mereka sembunyikan untuk dibunuh di sana. Di kamp konsentrasi,kecuali Corrie, semua keluarga Ten Boom meninggal terbunuh disana termasuk Papa Ten Boom. Papa Ten Boom meninggal seorang diri di kamp konsentrasi seorang diri tanpa ditemani keluarganya. Ketika perang berakhir, Corrie Ten Boom menjadi seorang pembicara terkenal yang mengkotbahkan kasih dan pengampunan Tuhan, termasuk kepada orang –orang Jerman yang membunuh keluarganya di penjara.

Yang membuat saya kagum pada Papa Ten Boom adalah karena tak ada satupun anak-anaknya yang mengingkari iman mereka kepada Tuhan sekalipun mereka terancam kematian. Yang lebih hebat lagi,anaknya yang selamat,Corrie Ten Boom, tidak menjadi kecewa pada Tuhan tapi justru mengkotbahkan kasih dan pengampunan Tuhan sampai akhir hidupnya. Dan yang paling hebat, 60 tahun sesudah Papa Ten Boom meninggal, hidupnya tidak hilang begitu saja tapi masih bisa memberkati seseorang di tempat yang jauh yaitu saya. Bisa dibilang kehidupan Papa Ten Boom tidak pernah berakhir dan masih memberkati banyak orang, denagn kata lain sekalipun Papa sudah pulang tapi dia masih hidup abadi. Saya lebih tertarik pada keabadian seperti ini daripada keabadian yang membosankan milik para vampire.

Entah bagaimana cara Papa Ten Boom mengajar anak-anaknya sehingga bahkan dalam keadaan yang paling berat, semua anak-anaknya tetap setia pada Tuhan. Dia bukan hanya berhasil mengajar tentang Tuhan, tapi lebih dari itu dia berhasil membawa anak-anaknya mengenal Yesus secara pribadi. Seperti seorang pelari estafet yang berlari dengan baik dan menyerahkan tongkat pada pelari berikutnya, Papa Ten Boom berhasil mewariskan hal terpenting dalam hidupnya dan pertandingan terus berlanjut tanpa terhenti.

Tidak semua orang berhasil meninggal dan hidupnya tetap abadi sampai puluhan tahun kemudian, kebanyakan orang gagal. Sebagian orang meninggal dan langsung dilupakan begitu saja seolah-olah dia tak pernah hidup. Sebagian orang meninggal dan meningalkan kenangan buruk bagi orang-orang yang pernah disakitinya. Dan bagi sebagian orang, ketika mereka meninggal mereka tidak hanya terlupakan bahkan berusaha dilupakan karena kenangan yang ditinggalkannya terlalu buruk untuk diingat. Ketika saya membaca cerita tentang Papa Ten Boom, mungkin itu pertama kalinya saya ga ingin hidup saya dilupakan begitu saja, pertamakalinya saya menginginkan keabadian dan pertama kalinya saya ingin meninggalkan jejak kaki di bumi ini. Bagaimana caranya? Dengan menyampaikan tongkat estafet pada pelari berikutnya, dengan kata lain pemuridan. Nah, nyambung kan antara pemuridan dan hidup abadi?

Saya bisa sampai sekarang ini karena mama dan engkong saya bekerja dan jaga toko supaya ada uang untuk sekolah, untuk saya beli buku dan tahu banyak hal. Saya bisa sampai sekarang ini karena pembimbing-pembimbing saya di gereja yang meluangkan waktu buat ngajar dan terutama buat sabar ngadepin saya yang cenderung keras kepala dan temperamen tinggi. Dalam banyak hal, sebenarnya kita hidup dengan mengorbankan banyak orang karena kita bisa terus maju karena pengorbanan orang-orang yang sudah maju duluan sebelum kita. Karena itu,pada dasarnya seorang pembimbing adalah batu yang dipijak supaya murid yang dibimbingnya bisa berjalan lebih jauh. Seperti orangtua saya yang berusaha cari uang supaya saya bisa dapet pendidikan yang lebih tinggi dari mereka supaya saya bisa memulai hidup saya dari posisi yang lebih baik, seorang pembimbing belajar dan berjalan sejauh mungkin supaya murid yang dibimbingnya bisa memulai start dari tempat yang lebih jauh. Kalau seorang pembimbing memulai startnya dengan pengajaran yang nilainya 20, dia harus belajar lebih banyak supaya murid yang dibimbingnya bisa memulai start dari pengajaran yang nilainya 40. Kalau seorang pembimbing hanya mengandalkan pengajaran yang dia terima dari pembimbing sebelumnya dan ga ngembangin itu, murid yang dibimbingnya juga cuma mulai start dari nilai 20 atau mungkin kurang, kalo gitu sih lari di tempat.

Saya berbicara seolah-olah saya udah jadi pembimbing yang hebat, apakah seperti itu? Jujur aja,ngga! Sampai sekarang saya dipercayakan 7 orang untuk saya bimbing dan dari 7 orang itu, 2 hilang karena kelalaian dan kemalasan saya. Secara pengajaran, saya pikir saya sudah mengajarkan semua hal yang terpenting yang saya dapet dan saya pegang selama ini. Tapi secara hubungan emosional, saya pikir saya ga begitu deket dengan mereka. Kenapa? Karena saya kurang percaya diri menjadi pembimbing mereka, karena saya pikir saya belum pantas jadi pembimbing mereka. Kenapa? Saya cukup percaya diri dalam hal pengajaran soalnya saya hobi baca buku dan belajar banyak hal, tapi dalam kehidupan pribadi saya rasa masih banyak banget bolongnya. Kasarnya sih, karena ngurus diri sendiri aja susah, saya ngerasa ga percaya diri ngurus orang lain. Kalo gitu kenapa saya terima tanggung jawab buat ngebimbing mereka? Yang pertama sih memang karena ga ada orang lain yang punya waktu luang buat ngajar. Tapi alasan kedua dan paling utama adalah karena walaupun saya ngerasa saya belum pantas buat ngebimbing mereka, karena suatu alasan yang saya ga ngerti Tuhan memilih untuk mempercayakan mereka pada saya,makanya saya terima. Tau darimana Tuhan nitipin mereka ke saya dan bukan ke orang lain? Ya didoain dulu sebelum saya terima.Pada dasarnya, saya belum menjadi pembimbing ideal yang saya impikan dan semua yang saya tulis di sini tuh gambaran pembimbing ideal yang saya punya.

Anak adalah fotokopi orangtua mereka. Sebagian karena anak-anak secara natural memang mencontoh orangtua mereka dan sebagian lagi karena orangtua, secara sadar maupun ga sadar, membentuk anak sesuai dengan diri mereka atau impian mereka.
“ Orangtua tahu apa yang terbaik buat anak,anak ga tahu apa -apa dan sebaiknya diam saja ngikutin apa kata orangtua”. Pendapat seperti ini, terutama di negara-negara Asia, sudah jadi hukum umum di dalam keluarga. Anak harus mengikuti perkataan orangtua karena orangtua sudah hidup lebih lama dan lebih berpengalaman jadi lebih tahu. Dalam banyak hal tentu saja hal ini memang benar dan sangat bijaksana untuk mendengarkan pendapat orangtua. Yang jadi masalah adalah ketika hal ini berlanjut seumur hidup dan sang anak ga pernah dapet kesempatan untuk menjadi dewasa. Orangtua yang pedagang menginginkan anaknya menjadi pedagang juga, sekalipin sang anak mungkin ingin jadi pelukis. Orangtua yang olahragawan mungkin menginginkan anaknya lebih banyak beraktifitas di luar sementara mungkin sang anak lebih suka diam di kamar membaca buku atau ngoprek komputer. Atau mungkin orangtua ingin anaknya melanjutkan mimpi mereka. Seorang ibu yang gagal menjadi artis mungkin berusaha dengan segala cara supaya anaknya menjadi artis sekalipun mungkin si anak itu sendiri lebih tertarik bekerja di pertambangan,misalnya. Atau mungkin kita pernah ketemu dengan orangtua yang mengatur segala tingkah laku anak bahkan sampai ke hal yang paling kecil,misalnya cara yang benar untuk makan kue dan bersikeras anaknya melakukan hal yang persis sama?

Mungkin hal yang paling sering dilupakan adalah sekalipun anak dilahirkan orangtua, anak bukanlah properti milik orangtua. Anak adalah seorang pribadi yang punya pikirannya sendiri, punya caranya sendiri dan yang paling penting punya jalan hidupnya sendiri yang mungkin sama sekali berbeda dengan jalan hidup orangtuanya. Pada akhirnya,walaupun orangtua yang membesarkan dan mendidik anak, keputusan terakhir mengenai jalan hidup seseorang haruslah dipilih oleh orang itu sendiri. Pada waktunya, tugas orangtua yang terakhir adalah menahan diri dan memberikan kuasa untuk memilih itu pada anak mereka, sekalipun jalan yang dipilih itu salah atau terlihat salah di mata orangtua.

Kalau anaknya mau jadi penjahat gimana? Masa dibiarkan begitu saja? Kalau anaknya sudah dewasa dan sudah waktunya memutuskan jalan hidup mereka sendiri,ya. Tugas orangtua adalah berdoa dan percaya anak mereka akan kembali dan menunggu dan bersiap pada saat sang anak membutuhkan mereka. Ketika anak itu kembali, orangtua tidak mengomel,” Apa gua bilang.Salah kan?” tapi diam dan menerima. Cukup baca kisah anak yang hilang untuk mengerti apa yang saya maksud. Lagipula, sekalipun orangtua ga berhak untuk menetukan pilihan anak, orangtua bisa mengajarkan jalan hidup mana yang baik dan mana yang salah. Jadi kalau ada anak yang kemudian pengen jadi penjahat, saya harus bertanya-tanya apa aja yang diajarin orangtuanya?

Kenapa saya bicara panjang lebar tentang pendidikan anak? Karena pembimbing adalah seorang bapa rohani dan murid yang dibimbing adalah anak rohani. Dan masalah yang sama yang muncul dalam hubungan ayah-anak juga muncul di sini. Seringkali seorang pembimbing tanpa sadar membentuk anak bimbingannya supaya menjadi sama dengan mereka. Jadi kalau pembimbingnya biasa turun ke jalan dan menginjili anak jalanan, anak bimbingannya pun diharapkan seperti itu,misalnya. Tentu saja ga masalah kalau anak bimbingannya belajar pelayanan bapa rohaninya lagipula sepertinya terkadang Tuhan memang memasangkan anak dengan bapa rohani yang mempunyai visi dan pelayanan yang sama,tapi tidak selalu. Kalau misalnya anak yang tadi lebih terpanggil untuk pelayanan musik tapi kemudian dipaksa ikut pelayanan anak jalanan tentu saja ga akan maksimal bahkan bisa ga tahan dan kabur.

Saya ngerasa terpanggil untuk pelayanan di bidang pengajaran dan konseling dan saya suka baca buku. Sejujurnya, saya juga pengen anak-anak rohani saya juga hobi baca buku karena menurut saya banyak hal yang bisa dipelajari dari buku. Tapi, ga semua anak-anak rohani saya hobi baca buku malahan sepertinya mayoritas ga kuat baca buku lama-lama.Tentu saja saya pengen dan berharap ada yang punya visi dan minat yang sama dengan saya, walaupun begitu saya harus nahan diri untuk ga memaksakan visi saya pada mereka. Tapi jujur aja, saya sangat gregetan kalo liat orang yang hobi baca buku terutama buku rohani. Tapi saya juga sadar kalo tiap orang punya cara sendiri untuk mengenal Tuhan. Misalnya, saya ga terlalu hobi denger musik rohani tapi mungkin bagi sebagian orang ketika mereka mendengar lagu rohani dan ikut menyembah, mereka connect dengan Tuhan. Bagi saya,jalur connect-nya lewat baca buku. Dalam soal kebiasaan, kalo saat nyanyi lagu pujian biasanya saya nyanyi dengan suara sekeras mungkin biarpun fals.( Sekali waktu saya ikut misa katolik dan waktu nyanyi diliatin orang-orang soalnya volume nyanyi saya yang paling rendah pun masih terlalu keras buat sebuah misa..malu juga.:) …) Tapi walaupun saya nyanyinya fals dan keras bukan berarti anak rohani saya harus gitu kan? Puji Tuhan sih ngga ada yang kaya gitu, soalnya kalau sama keras dan falsnya kesian jemaat yang laen.

Seperti seorang ayah yang melepas putrinya di pernikahan, seorang pembimbing pada akhirnya juga melakukan hal yang sama. Ketika anak rohani mereka masih baru lahir, seorang pembimbing mengajarkan banyak hal dan mengenalkannya pada nama Yesus,calon pengantinnya di masa depan. Ketika tiba waktunya, pembimbing akan membawa anak rohaninya dan meyerahkannya pada Yesus. Setelah itu, seorang ayah akan mundur dan membiarkan anaknya memulai hidup baru dengan Mempelainya dan ga ikut mencampuri urusan rumah tangga mereka. Mungkin sekali waktu ketika anaknya marah dan kecewa pada Mempelainya, dia akan pulang ke rumah ayahnya. Dan disinilah fungsi ayah sebagai seorang penasihat yang menghilangkan rasa marah dan kecewanya dan mengantarkan lagi anaknya pada Mempelainya.

Seperti seorang ayah yang berjalan di tepi pantai dan meninggalkan jejak di pasir pantai yang basah sementara di belakangnya anaknya yang masih kecil berjalan dengan menapak di bekas kaki ayahnya. Akan tiba saatnya sang anak tidak lagi berjalan di bekas jejak kaki ayahnya tapi membuat sepasang jejak kaki lain yang berjalan beriringan dengan jejak kaki ayahnya.

Pada akhirnya, seorang pembimbing hanya bisa menahan diri ketika anak rohaninya memilih jalan hidup mereka sendiri. Sekalipun tampaknya jalan yang dipilih itu salah, pembimbing harus menahan diri. Seperti anak yang sedang belajar berjalan, anak pun terkadang jatuh. Dan orangtua yang baik tidak mencegah anaknya jatuh tapi membantu anaknya berdiri. Dan kalau suatu saat anak itu kembali dari jalan yang salah, pembimbing tidak bicara apa-apa tapi segera menghampiri dan memberikan jubah dan sepatu dan cincin dan mengadakan pesta besar.