Alkisah, di suatu desa terpencil di kaki gunung, tinggallah sepasang kakek nenek yang sudah tua dan ga punya anak. Suatu hari waktu sang nenek sedang mencuci di sungai, dia menemukan buah persik yang terapung. Dia membawa pulang persik itu pulang ke rumah untuk dimakan bersama si kakek. Waktu nenek mau membelah buah persik itu jadi 2 bagian, dia menemukan seorang bayi kecil di dalam buah persik itu. Mereka membesarkan bayi itu dan memberinya nama Momotaro.
Momotaro tumbuh menjadi anak yang nakal dan seringkali dia pulang ke rumah dalam keadaan kotor dan terluka. Walaupun begitu, kakek dan nenek itu tetap merawatnya dengan baik, memandikan dan merawat lukanya. Perlakuan kakek dan nenek yang baik perlahan-lahan merubah sifat Momotaro menjadi lebih baik dan membuatnya tumbuh menjadi remaja yang bisa diandalkan.
Suatu hari Momotaro mendengar kabar kalau di desa sebelah muncul mahluk yang membuat takut para penduduk. Para penduduk menyebut mahluk itu Iblis Hitam. Momotaro yang ingin membantu penduduk desa sebelahnya memutuskan untuk pergi ke sana dan menghancurkan Iblis Hitam yang mengganggu penduduk. Walapun kakek nenek itu khawatir tapi mereka tahu kalau Momotaro harus pergi dan mencari jalan hidupnya sendiri. Jadi, mereka melepasnya pergi dan memintanya untuk kembali kapanpun juga.
Dalam perjalnan ke desa sebelah, Momotaro bertemu dengan mahluk – mahluk hutan yang ingin ikut dengannya. Mereka adalah seekor burung beo, seekor monyet dan seekor kucing berwarna putih. Mereka juga mendengar berita mengenai Iblis Hitam dan memutuskan ingin memberi pelajaran pada mahluk yang mengganggu ketentraman daerah mereka.
Ketika mereka sampai di desa sebelah, mereka menemukan para penduduk yang datang menyambut mereka dengan gembira. Mereka selama ini merasa takut pada Iblis Hitam yang kerap kali muncul dan membuat anak-anak mereka menangis dan berlari ketakutan. Berulang kali mereka mencoba menyingkirkan mahluk itu tapi selalu gagal.
Momotaro dan ketiga temannya masuk ke pedalaman gunung untuk mencari mahluk itu. Dan belum begitu jauh mereka masuk ke pedalaman, mereka menemukan mahluk itu sedang duduk di dekat sungai. Setelah diperhatikan, mereka bisa mengerti kenapa penduduk desa menyebutnya Iblis Hitam. Mahluk itu berbentuk seperti manusia tapi sekujur tubuhnya berlumuran lumpur berwarna hitam. Sebagian dari lumpur itu sudah mengeras dan sebagian lagi masih basah dan lengket dan sepertinya berbau busuk karena banyak lalat yang mengerubungi tubuhnya.
Mereka bertiga berunding bagaimana caranya menghadapi mahluk ini. Momotaro ingin berbicara dulu dengan mahluk itu untuk mencaritahu kenapa dia menakuti penduduk desa tapi ketiga temannya mencegahnya dan berkata kalau dia tidak perlu bersikap baik kepada iblis. Ketiga temannya memutuskan kalau mereka sebaiknya maju terlebih dahulu sebelum Momotaro untuk memberi pelajaran kepada mahluk itu. Sesuai giliran, burng beo akan maju terlebih dulu, kemudian monyet, kucing dan terakhir barulah Momotaro.
Burung beo terbang berputar di sekeliling mahluk itu dan berkata,” Ini salah, ini sangat salah. Tubuhmu kotor sekali dan baumu sangat memuakkan. Ini salah, ini sangat salah, tidak seharusnya seseorang bisa punya tubuh sekotor dan sebau ini. Ini salah, ini sangat salah, kau tidak seharusnya hidup dekat dengan penduduk desa. Ini salah, ini sangat salah, kau mahluk yang sangat salah”. Burung beo terus menerus berteriak tapi mahluk itu hanya diam saja. Burung beo pun terbang kembali dengan muka puas karena dia sudah mengajar mahluk itu.
Monyet, yang maju sesudah burung beo, bahkan lebih kasar lagi. Dia meloncat-loncat dan menjerit-jerit dengan marah kepada mahluk itu. Monyet mengambil kerikil, batu kecil dan buah busuk dan melemparkannya pada mahluk itu dengan marah. Mahluk itu awalnya hanya menyingkir tapi monyet terus melemparinya sampai akhirnya mahluk itu marah dan berusaha mengejar monyet. Monyet berlari kembali dengan muka puas dan berkata kalau dia sudah membuktikan kalau mahluk itu jahat dan berbahaya dan dia sudah memberinya pelajaran.
Kucing, yang maju sesudah monyet, maju dengan pelan-pelan dan melangkah dengan anggun. Dia duduk di depan mahluk itu dan sibuk membersihkan bulu putihnya dan berkata,” Kau lihat bulu putihku ini?Aku membersihkannya tiap hari sampai seputih ini. Sungguh berbeda dengan dirimu yang kotor itu kan? Kau hitam, berlapis lumpur dan bau sekali. Lihat aku, buluku putih bersih,dan manusia senang memeluk diriku. Lihat dirimu, siapa yang mau dekat dengan mahluk bau dan kotor sepertimu?”. Kucing berbaring sambil bermalas-malasan sambil membersihkan bulunya dan ketika dia melihat mahluk itu hanya diam saja, kucing pergi kembali dengan muka puas karena sudah mengajar mahluk itu mengenai kebersihan..
Momotaro yang maju terakhir, berjalan menghampiri mahluk itu dan duduk di depannya.
“Hai, namaku Momotaro, tapi kau boleh memanggilku Momo. Sepertinya kau bukan mahluk jahat walaupun penampilanmu menakutkan. Siapa kau sebenarnya?”
Mahluk itu membuka mulutnya dan berkata,
“ Aku bukan mahluk jahat, aku juga dulu penduduk desa itu. Aku lahir dan dibesarkan di desa itu dan sampai aku berusia 16 tahun, aku masih hidup bersama mereka. Waktu itu penampilanku masih sama seperti anak lain.”
“ Kenapa kau bisa jadi seperti ini? Kenapa kau bisa berlumuran lumpur?”
“ Aku anak yang nakal. Waktu kecil aku sering pulang bermain dalam kedaan kotor dan berlumpur. Tapi tidak ada orang yang membersihkanku dan aku tidak bisa membersihkan diriku sendiri. Dan entah sejak kapan, lumpur –lumpur yang menempel itu semakin banyak dan menjadi keras bahkan berbau busuk. Pelan-pelan penduduk desa mulai menjauhiku, dan tak lama kemudian mereka mencoba mengusirku”
“ Kenapa mereka ingin mengusirmu?Bukankan kau juga bagian dari mereka?”
“ Mereka takut anak-anak mereka jadi terbawa kotor dan bau kalau bergaul denganku. Dan mempunyai tubuh bau dan kotor sepeti ini berarti tidak ada orang yang mau mempekerjakanku karena semuanya takut terbawa kotor. Aku terpaksa mencuri makanan untuk hidup. Terkadang mereka memergokiku dan mengejarku dan aku terpaksa menakut-nakuti mereka supaya mereka berhenti mengejarku.”
“ Karena itu mereka membencimu?”
“ Karena itu mereka membenciku. Mereka bukan hanya takut padaku tapi mereka juga takut kalau mereka jadi kotor kalau bersentuhan dengan diriku.”
“ Hmmm, kau tahu, aku juga dulu sepertimu. Aku juga anak yang nakal dan seringkali pulang ke rumah dalam keadaan kotor dan belepotan lumpur”
Mahluk itu menatapnya dengan heran dan bertanya.
“ Tapi kau tidak kelihatan kotor sekarang. Kau terlihat bersih bahkan penduduk desa menyambutmu ketika kau datang. Mereka melihatmu bagaikan seorang pahlawan, sangat berbeda degan diriku yang dipandang sebagai iblis. Kenapa kau bisa jadi seperti ini? Bagaimana caramu membersihkan diri?
“ Aku tidak membersihkan diriku sendiri. Ada Kakek Nenek yang mengurusku sejak kecil. Setiap kali aku pulang dalam kedaan kotor, mereka sudah menanti di depan rumah dan berlari menyambutku bahkan ketika aku masih jauh. Mereka menyiapkan air mandi panas yang nyaman dan menyabuni diriku sampai bersih, lengkap dengan bedak dan minyak telon.”
“ Tapi, tidakkah mereka marah ketika kau berulang kali pulang dalam keadaan kotor? Tidakkah mereka menjadi jijik dan membuang dirimu?
“ Tidak, mereka tetap menyambutku. Tentu saja mereka menegurku dan mengajar supaya aku tidak selalu terjatuh dalam lumpur. Tapi, mereka tidak pernah menolakku sekalipun aku jatuh berulang kali. Dan sekarang aku selalu berusaha untuk pulang dalam keadaan bersih karena aku menyayangi mereka.”
“ Kau beruntung. Kau punya Kakek Nenek yang baik, aku tidak punya seorangpun yang seperti itu.”
“ Kalau begitu kenapa kau tidak ikut pulang bersamaku? Kakek dan Nenek pasti mau menerimamu. Dan aku yakin mereka juga akan menyiapkan sabun dan air mandi dan obat-obatan untuk membersihkan dirimu dan menyembuhkan lukamu”
“ Tapi, apa kau tidak takut menjadi kotor kalau bersamaku? Dan bagaimana kalau penduduk desa menghinamu?
“ Jadi kenapa? Aku juga dulunya anak nakal dan sama kotornya. Kalau sekarang aku bersih itu bukan karena usahaku sendiri tapi karena Kakek Nenek yang menyayangiku.”
Jadi, momotaro pulang bersama teman barunya diikuti dengan ketiga temannya yang bersungut-sungut dengan kesal karena mereka merasa tidak sepantasnya mahluk kotor itu berjalan bersama mereka. Mereka begitu marah dan kesal, ketika mereka sampai ke rumah Momotaro dan Kakek Nenek segera memandikan mahluk itu dan menyiapkan makan malam buat mereka, mereka menolak untuk ikut makan bersama-sama. Jadi, ketika Mootaro, teman barunya, Kakek dan Nenek makan malam bersama, burung beo,monyet dan kucing memilih kembali ke dalam hutan.
Kalau hanya sekedar berkata “ ini salah, itu salah”, burung beo juga bisa.
Kalau hanya sekedar marah-marah dan menunjuk-nunjuk dan melempar batu, monyet juga bisa.
Kalau hanya sekedar lenggak lenggok pamer putihnya kekudusan, kucing juga bisa.
PS: OK, cerita ini memang simpel dan childish karena sebenarnya ini cerita yang saya bikin untuk jadi buku anak-anak. Momotaro sendiri sebenarnya legenda rakyat Jepang dan dalam cerita sebenarnya Iblis itu bukan di desa sebelah tapi di satu pulau. Teman seperjalanan Momotaro pun sebenarnya burung, monyet dan anjing. Kenapa di cerita ini jadi kucing? Karena setelah melalui pemikiran mendalam dan pengamatan berbulan-bulan terhadap kucing tetangga yang perutnya suka diiket tali dan ditarik-tarik anak kecil ( …poor cat…), disimpulkan kalau kucing itu lebih pesolek daripada anjing.
Oh, dan mengenai akhir ceritanya, teman baru Momotaro yang tadinya Iblis Hitam sekarang bekerja sebagai penjual bakmi di desa Momotaro.