1927, dua pria saling berhadapan untuk memperebutkan gelar juara dunia. Alexander Alekhine dari Rusia berhadapan dengan José Raúl Capablanca dari Kuba. Keduanya merupakan pecatur kelas dunia dan saling berhadapan untuk memperebutkan gelar juara dunia catur. Yang menarik dan terukir dalam sejarah dari pertandingan mereka adalah game ke 11, di mana ada 4 bidak Ratu di papan catur mereka. Masing-masing pemain memegang 2 Ratu.
2 Ratu??!
Dalam catur ada 2 Benteng/Rook, 2 Ksatria(Kuda)/Knight, 2 Menteri (Gajah)/Bishop, 8 Pion/Pawn, tapi hanya 1 Raja dan 1 Ratu. Jadi, bagaimana mungkin dalam pertandingan mereka mendadak muncul 4 Ratu di papan catur mereka?
Dalam catur, ada 1 peraturan khusus untuk Pion. Pion, bidak catur yang seringkali dianggap paling lemah dan tidak penting. Tapi, Pion punya kemampuan khusus yang tidak dimiliki bidak-bidak lain. Sebuah Pion yang berhasil mencapai garis akhir daerah lawan, diperbolehkan untuk menjadi bidak manapun yang diinginkan oleh pemainnya, atau istilahnya Pion mendapat promosi/promotion. Ini berarti Pion tadi boleh menjadi Ksatria, Benteng,Menteri atau bahkan Ratu.
Seandainya dunia ini adalah papan catur, maka ada orang-orang yang terlahir sebagai raja dan ratu, orang-orang yang terlahir sebagai ksatria dan menteri. Simson adalah salah satu dari orang-orang yang terlahir sebagai Ksatria. Sejak lahir, Simson telah ditetapkan untuk menjadi seorang nazir Allah, seorang hakim yang akan berperang melawan orang Filistin. Dan Tuhan memberkatinya dengan kekuatan fisik yang membuatnya menjadi legenda bukan hanya di kalangan bangsa Israel tapi juga ke bangsa-bangsa lain.
Dan Salomo....Ah,ya...Salomo,
Salomo terlahir di istana raja, berdarah biru dan salah satu dari anak-anak Daud calon pewaris tahta Israel. Salomo terlahir sebagai seorang pangeran dan calon raja, dan kalau itu belum cukup, Tuhan menganugerahkan hikmat terbesar yang pernah dianugerahkan pada manusia. Dan hikmat itu membuat kerajaannya kokoh dan Salomo menjadi raja paling termashyur dalam sejarah. Raja-raja lain datang untuk melihat bagaimana Salomo hidup dan belajar daripadanya. Salomo, adalah seorang Raja!
Tapi, tidak demikian dengan ayahnya, Daud.
Daud tidak terlahir di istana raja, keluarganya pun bukan keluarga bangsawan atau terkenal. Dan seperti Pion, Daud adalah anak terkecil dari 8 bersaudara. Sementara ketujuh saudaranya bersama ayahnya pergi ke upacara pengorbanan yang diadakan Samuel, Daud ditinggal untuk menggembala kambing domba. Daud terlahir bukan di tempat tinggi, tapi di tempat yang biasa-biasa saja.
Ketika Daud mengalahkan Goliath, Daud tidak mengalahkannya dengan bergulat dengannya atau memukulnya dengan rahang keledai. Daud tidak menang atas Goliath karena fisiknya lebih kuat dari Goliath. Yang dipunyai Daud hanya iman kalau Tuhan itu kuat dan Tuhan menyertai dia, dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Goliath terpuruk dengan mukanya di atas tanah.
Daud tidak mempunyai hikmat sehebat Salomo, tapi Daud cukup bijaksana dan rendah hati untuk mengetahui kalau segala sesuatu berasal dari Tuhan dan hanya pada Tuhan saja tempat perlindungannya. Dan karena Daud tahu bahwa hanya Tuhan gunug batunya, Daud setia mengikuti Tuhan selama hidupnya. Walaupun Daud harus berhadapan dengan mertuanya sendiri, berpura-pura gila, hidup sebagai buronan, berperang dengan darah dagingnya sendiri, dan ya....berhadapan dengan dosa dan kesalahannya sendiri, Daud tetap setia mengikut Tuhan sampai akhir.
Daud memang terlahir sebagai rakyat jelata yang biasa-biasa saja, tanpa kelebihan yang menonjol selain imannya yang teguh berpegang pada Tuhan. Tapi Daud yang jelata mengakhiri hidupnya dengan berbagai gelar.
Daud, Ksatria yang mengalahkan berlaksa-laksa.
Daud, Raja Israel
Daud, Sang Pemazmur
Daud, Orang yang berkenan di hadapan Allah
10 tahun adalah waktu yang harus dilalui Adoniram Judson dalam berbagai kesulitan sebelum akhirnya dia berhasil mempertobatkan 18 orang di Burma. Adoniram datang ke Burma tahun 1813 dengan keyakinan dan visi untuk membawa Injil bagi orang-orang Burma. 10 tahun pertama dilaluinya dengan berbagai kesulitan dan penolakan dari orang-orang Burma. Orang Burma Kristen yang pertama dibaptisnya tahun 1819 dan pada tahun 1823 gerejanya yang kecil hanya punya 18 jemaat.
2 tahun berikutnya dihabiskannya dalam siksaan di penjara Burma karena dia dianggap sebagai mata-mata Inggris yang saat itu sedang berperang dengan Burma.Tak lama sesudah dia dibebaskan dari penjara, istri dan anaknya meninggal karena penyakit. Walalupun begitu, Adoniram tetap melanjutkan pekerjaannya dan gereja kecilnya mulai berkembang. Adoniram datang ke Burma dengan mimpi untuk menterjemahkan Alkitab ke bahasa Burma dan mendirikan gereja dengan jemaat sebanyak 100 orang sebelum dia meninggal. Tapi ketika Adoniram meninggal, dia meninggalkan 100 gereja, 8000 orang percaya dan terjemahan Alkitab dalam bahasa Burma yang sangat sempurna sehingga Alkitab terjemahannya sampai sekarang, 200 tahun sesudah dia menginjakkan kakinya di Burma, masih menjadi terjemahan Alkitab yang paling populer di sana.
Adoniram bukan misionaris pertama yang datang ke Burma, tapi hanya dia yang setia bertahan cukup lama untuk menghasilkan buah.
Pion bukanlah sesuatu yang spesial, ada 8 buah Pion di papan catur, dan seringkali Pion dipandang sebagai bidak paling lemah dalam catur. Ketika kita berkaca, mungkin yang kita lihat adalah seseorang yang biasa-biasa saja tanpa punya sesuatu yang spesial. Seseorang yang bisa digantikan dengan mudah oleh orang lain, disposable dan replaceable. Mungkin kita merasa orang di sebelah kita di gereja lebih bertalenta dan lebih penting di hadapan Tuhan daripada kita. Tapi, Tuhan tidak melihat apa yang dilihat manusia. Manusia melihat apa yang di depan mata, tapi Tuhan melihat hati ( 1 Sam 16:7).
Tuhan tidak terkesan dengan talenta, dengan ketampanan, dengan keturunan atau kekuatan fisik. Itu semua adalah pemberianNYA, untuk apa Tuhan terkesan pada pemberianNYA sendiri? Tapi kesetiaan adalah pilihan kita, Tuhan tidak memaksa kita untuk setia kepadaNYA. Kesetiaan yang dipaksakan bukan kesetiaan, melainkan perbudakan. Yang dicari Tuhan adalah hati yang setia, yang tetap mengikutinya sampai akhir, yang tetap mempercayai Tuhan memimpin jalannya kemanapun Dia inginkan. Yang Tuhan cari, adalah hati seorang Raja, yang bisa dialirkanNYA kemanapun Dia ingini (Amsal 21:1).
Jangan Takut!!
Ah...tangannya melepuh lagi. Pegangan pacul dari kayu itu terlalu kasar bagi kulitnya.
Ah...matahari sudah tinggi dan bajunya lengket menempel karena keringat.
Sambil menghapus keringat dari dahinya, pria di tengah ladang itu memutuskan untuk beristirahat sejenak. Wajahnya tampan dan kulitnya putih, bukan penampilan seorang petani. Parasnya lebih cocok sebagai putra bangsawan atau anak orang kaya. Dan sebenarnya, dia memang tidak terlahir sebagai petani.
Beberapa tahun yang lalu, hidupnya tidak sesulit ini.Dia tidak perlu bersusah payah mengolah tanah ini. Di rumah ayahnya,segala sesuatu yang dia inginkan tersedia. Tak ada kesusahan dan kelelahan, luka dan rasa sakit. Yang dia tahu hanya sinonim dari kata nyaman, tapi tak pernah sedetikpun dia belajar antonim dari kata itu.
Tapi, semua itu sudah lewat bertahun-tahun yang lalu.
Semuanya karena kesalahan salesman licik itu. Dia datang ke rumahnya, menawarkan keuntungan yang luar biasa kalau saja dia mau mengkhianati ayahnya. Salesman itu membujuknya untuk menyingkirkan ayahnya dan mengambil alih pengelolaan perusahaan ke tangannya sendiri. Untuk menentukan sendiri kemana dia harus membawa perusahaan itu daripada mendengarkan instruksi ayahnya.
Oh, harusnya dia sadar betapa berbisa lidah ular salesman itu.
Tapi, istrinya yang pertama kali mendengar proposal dari salesman itu tertarik karena tampaknya proposal itu sangat luarbiasa.
Perempuan bodoh, pikir pria itu.
Kalau saja perempuan itu tidak mendengarkan salesman itu, keadaan mereka tidak akan seperti ini. Ayahnya tidak akan mengusir mereka dari rumahnya dan mereka tidak akan terdampar ditempat berdebu ini.
Semua ini salah perempuan itu!
Pria itu menghela nafas.
Tidak, tidak....ini bukan salah istrinya. Dia tahu itu.
Harusnya dia sendiri tahu hal yang lebih baik daripada mendengarkan salesman itu. Harusnya dia melarang istrinya mendengarkan salesman itu. Harusnya dia juga tidak mengikuti saran dari salesman itu. Tapi, dia juga melakukannya. Dan yang lebih parah lagi, ketika ayahnya mengkonfrontasi kudetanya, dia takut dan menyalahkan istrinya.
Oh, seandainya saja dia memilih untuk bersikap jantan dan mengakui kesalahannya daripada bersembunyi di balik punggung istrinya. Kalau saja dia meminta maaf kepada ayahnya, mungkin dia tidak perlu berakhir seperti ini.
Pria itu menghela nafas lebih dalam.
Sekarang, dia harus belajar semua antonim dari kata-kata yang dikenalnya selama tinggal di rumah ayahnya.
Kata – kata yang asing, emosi dan perasaan yang asing yang baru dikenalnya sekarang.
Keringatnya menjadi dingin dan tubuhnya terasa kaku ketika dia melihat kelahiran anak pertamanya. Darahnya terasa berhenti mengalir dan semua indranya menjadi tumpul ketika dia melihat penderitaan istrinya waktu melahirkan. Dan untuk pertamakalinya pria ini berpikir bagaimana kalau seandainya istrinya meninggal ? Bagimana kalau dia harus hidup sendirian di dunia asing ini ? Bagaimana kalau dia kehilangan cinta dalam hidupnya? Perasaan menekan yang pertama kali dirasanya itu tidak pernah dikenalnya. Pria itu memberinya nama, ketakutan.
Setiap pagi pria itu pergi ke ladangnya dan mengolah tanahnya.
Setiap pagi dia melihat kuncup-kuncup baru muncul.Kuncup-kuncup yang akan menjadi makanan keluarganya nanti. Dan terkadang pria itu melihat ke langit dan melihat awan gelap bergantung dan hatinya merasa tertekan. Mulutnya terasa kering dan kepalanya tidak bisa berpikir jernih. Bagaimana kalau seandainya awan itu awan badai ? Bagaimana kalau kuncup yang baru tumbuh ini terhapus badai ? Apa yang akan di makan keluarganya nanti ?
Emosi yang asing yang tidak pernah dikenalnya ini meremas hatinya. Dulu, dia tidak pernah berpikir darimana makanannnya akan datang, semua tersedia di rumah bapanya. Tapi sekarang ?
Pria itu memberi nama emosi baru ini, kekuatiran.
Dan bagaimana dengan teman-teman berbulu berkaki 4-nya?Teman-teman yang dulu menjadi teman bermainnya tapi sekarang berkeliaran di hutan dekat rumahnya dengan mata merah dan raungan tak ramah. Bagaimana kalau seandainya mereka melukai istrinya? Anaknya? Dunia di rumah ayahnya terasa tenang dan damai. Tapi, dunia yang didiaminya sekarang terasa berbahaya dan mengancam. Perasaan tidak tenang yang membuatnya lelah karena memikirkan hal-hal yang jelek itudiberinya nama, rasa tidak aman.
Emosi paling baru yang dikenalnya bukan dirasakannyasendiri, tapi dilihatnya di mata anak pertamanya. Semuanya bermula ketika kedua anaknya berkunjung ke rumah ayahnya, kakek mereka. Sepertinya, ayahnya lebih menyukai anak keduanya dan anak pertamanya pulang dengan muka murung. Tapi bukan hanya kemurungan yang dilihatnya, tapi juga emosi baru yang dilihatnya di mata anaknya.Emosi yang diberinya nama, iri.
Dan pria itu merasa kuatir, apa yang akan terjadi pada masa depan anak-anaknya ? Dia takut akan apa yang diperbuat anak pertamanya pada anak keduanya. Keluarganya tidak lagi terasa aman karena ada sesuatu yang seolah-olah siap meledak. Sesuatu yangdiberinya nama, kebencian.
Keterpisahannya dari ayahnya membuat semua emosi baru itu muncul. Antonim dari semua yang pernah dikenalnya, rasa takut,kekuatiran akan masa depan, rasa tidak aman di tengah dunia.
Tuhan tahu semua perasaan tidak aman itu muncul karena kita terpisah dariNYA. Seperti anak-anak yang terlepas dari tangan ayahnya dan tersesat di tengah kerumunan orang-orang, kita ketakutan dan bertanya-tanya apa yang akan terjadi. Kita berjalan mencari ayah kita dan berakhir semakin tersesat di tengah kerumunan. Kita memegang tangan orang lain yang bukan ayah kita dengan harapan dia akan memberi kita rasa aman tapi berakhir dengan penolakan, atau lebih parah, dibawa semakin menjauh dari ayah kita yang sebenarnya.
Yang kita inginkan bukan permen manis, bukan tangan orang asing untuk kita pegang, bukan rasa kebebasan untuk pergi kemanapun. Yang kita inginkan adalah memegang kembali tangan ayah kita dan tahu bahwa segalanya akan baik-baik saja. Bahwa tangan kita dipegangNYA dan kita dituntunNYA melewati kerumunan yang membingungkan ini. Bahwa kita berjalan dengan tujuan dan bukan berputar-putar di tempat yang sama.
Dan Tuhan tahu itu. Karena itu dia berjalan menerobos kerumunan dunia untuk mencari kita, untuk memegang kembali tangan yang dulu melepaskanNYA. Saat kita mengulurkan tangan padaNYA, dia memegang tangan kita dan berkata, "Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau" (Yesaya 41:13)
Langganan:
Postingan (Atom)