Mr Hyde...dan Dr.Jekyll ??

Strange Case of Dr Jekyll and Mr Hyde adalah nama novel klasik abad 19 karangan R.L Stevenson. Novel ini menceritakan seorang dokter bernama Henry Jekyll yang menciptakan sejenis obat khusus. Ketika Dr. Jekyll meminum obat ramuannya ini sendiri, muncul kepribadian baru dalam dirinya. Tapi, kepribadian baru yang bernama Edward Hyde ini adalah kepribadiannya yang jahat. Ramuan obatnya memunculkan kepribadian jahat yang membunuh orang – orang dengan kejam. Di akhir hidup Dr Jekyll, dia sepenuhnya berubah menjadi kepribadiannya yang jahat, Mr Hyde.

Panas....kotor....bau pesing dan kotoran manusia....muka-muka yang putus asa dan setengah gila...beberapa yang masih mempunyai keberanian,atau mungkin keputusasaan, memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan meminta teman sebelahnya mencekiknya atau menceburkan diri ke laut saat ada kesempatan. Dengan rantai yang mengikat kaki dan tangan mereka, tidak banyak gerakan yang bisa mereka lakukan. Tapi, seandainya pun tidak ada rantai yang mengikat mereka, ruangan yang mereka diami begitu sesak. Setiap orang duduk bersandar pada lutut orang di belakangnya. Tidak ada cukup tempat untuk berbaring. Tidak ada WC kecuali beberapa ember yang ditaruh di sudut-sudut ruangan. Tidak ada udara segar selain bau badan dan kotoran yang menumpuk berminggu-minggu.

Abad 18 dan 19 ditandai dengan berkembangnya perdagangan budak dari Afrika sebagai pekerja di koloni – koloni Eropa di Amerika. Perdagangan budak merupakan usaha yang sangat menguntungkan dan setiap kapten kapal berusaha mengangkut budak sebanyak mungkin. Budak – budak itu ditempatkan saling berdempetan tanpa tempat berbaring untuk menghemat tempat. Setiap budak mendapat tempat yang sangat sempit, sekitar ¼ meter persegi, kira-kira seluas 3 ubin keramik di rumah kita. Untuk mencegah mereka memberontak, atau bunuh diri dengan melompat ke laut, budak-budak ini seringkali dirantai ke lantai kapal. Karena itu, para budak mengeluarkan kotoran di tempat mereka duduk. Tapi sekalipun mereka tidak dirantai, yang tersedia hanya ember yang ada di sudut ruangan dan tiap budak harus berjalan melewati ruangan yang penuh sesak untuk mencapai ember itu, lebih mudah untuk tetap di tempat. Makanan diberikan seminimal mungkin untuk menghemat biaya.

Perjalanan dengan kapal memakan waktu 1-2 bulan. Dalam kondisi seperti ini, kebanyakan budak memilih untuk bunuh diri dengan melompat ke laut jika mereka tidak dirantai, atau meminta teman sebelahnya untuk mencekik mereka. Atau, para budak ini dibunuh teman sebelah mereka sendiri dengan sengaja untuk mendapat ruang yang lebih besar dan mengurangi kesesakan ! Pria,wanita dan anak-anak dikurung dalam kondisi seperti ini berbulan-bulan. Dan jika muncul penyakit di kapal, bisa dipastikan semua terjangkiti. Tingginya tingkat kematian di antara para budak membuat kapten kapal membawa sebanyak mungkin budak dalam sekali perjalanan dengan harapan sekalipun ada yang mati, yang tersisa untuk dijual masih cukup banyak.

Salah satu dari pedagang budak ini adalah John Newton. John memulai karirnya sebagai pelaut pada umur 11. Terkenal karena sifatnya yang pemberontak dan perkataannya yang kasar, bahkan di antara pelaut sekalipun, membuatnya sering bermasalah dengan pelaut-pelaut yang lain. Sebagai pelaut di kapal budak, John melihat dengan mata kepalanya sendiri perlakuan pada budak – budak itu. Walaupun begitu, hal itu tidak mengusik rasa kemanusiaannya.

Perkenalan John dengan Yesus dimulai di tengah badai. Dalam salah satu perjalanannya, badai menghantam kapalnya dengan keras dan dalam keputusasaan John memanggil Tuhan. Dia selamat dari badai dan perjalanan rohaninya dimulai. Bertahun-tahun setelah badai itu, dalam kerohaniannya yang masih muda dan naik turun, John tidak berhenti dari perdagangan budak walaupun dia memperlakukan para budak dengan lebih manusiawi selama perjalanan.
Di kemudian hari, John Newton menjadi pendeta dan berteman dengan William Wilberforce, seorang politikus muda. Bersama dengan William, Newton berjuang untuk menghapuskan perdangan budak. Dan usaha mereka tidak sia-sia, Parlemen Inggris akhirnya melarang perdagangan budak dengan Slave Trade Act tahun 1807.

Tapi, yang membuat John Newton terkenal bukan hanya cerita hidupnya atau perjuangannya menghapuskan perbudakan. John Newton adalah pencipta lagu “ Amazing Grace”, lagu rohani yang mungkin paling terkenal. Lagu ini menceritakan pengampunan Tuhan yang begitu luar biasa bahkan untuk orang yang paling berdosa sekalipun. Apakah lagu ini ditulis berdasarkan penyesalan Newton ketika terlibat dalam perdagangan budak, tidak ada yang tahu karena lagu ini ditulis Newton bertahun – tahun sebelum dia aktif melawan perbudakan. Tapi, Newton mungkin orang yang paling mengerti arti kasih karunia Tuhan, arti dari Amazing Grace itu sendiri karena di masa tuanya Newton sangat menyesali keterlibatannya dalam perdagangan budak.

Dan sampai hari ini, lagu “ Amazing Grace” masih menceritakan kasih karunia Tuhan yang begitu besar. Bahwa setiap orang, sebesar apapun dosanya, bisa diselamatkan. Bagi kita, dan bagi Newton sendiri, perdagangan budak adalah satu hal yang sangat kejam dan mengerikan. Dan para pelakunya, seperti Mr Hyde, adalah pribadi yang sangat jahat. Pribadi yang sangat hitam dan tak ada setitik pun warna putih. Tapi, bagi Tuhan, tidak masalah sehitam atau sejahat apapun orang itu, dia bisa diselamatkan !

Ketika kita melihat orang yang jahat dan tidak mengenal Tuhan, mungkin kita putus asa berpikir hati mereka sudah sangat tertutup. Tapi, tidak pernah ada orang yang jatuh terlalu dalam sampai tangan Tuhan tidak sangggup menjangkau. Setiap orang yang tampak di mata kita sebagai pribadi yang jahat, sebenarnya membutuhkan Obat Khusus yaitu darahNYA untuk memunculkan kepribadiannya yang baik.

PS :
Walaupun perdagangan budak sudah dilarang di berbagai negara sejak abad 19, tapi dalam prakteknya itu belum berakhir bahkan semakin bertambah banyak. Perdagangan manusia/ Human Trafficking justru semakin meningkat jumlahnya di abad 21 ini. Banyak pria dan wanita dari negara-negara miskin dijual sebagai tenaga kerja murah atau pekerja sex. Sebagian dari mereka diculik paksa, sebagian lagi terpaksa menjual dirinya sebagai pembayaran hutang, dan ironisnya sebagian lagi dijual oleh keluarga mereka sendiri karena kemiskinan. Mungkin memang tidak ada lagi kapal-kapal budak dengan rantai tangan dan kaki, tapi perdagangan budak masih berlanjut. Pria dan anak-anak dijadikan tenaga kerja dan para wanita umumnya dipaksa menjadi pekerja sex baik di negeri mereka sendiri atau dijual ke negara-negara yang mampu membayar.